KELAS : 4EA17
NPM : 10210090
MATKUL : ETIKA BISNIS
Etika Bisnis
Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai
tanda pemberitahuan kepada konsumen.
Perangkat hukum
Indonesia
UU Perlindungan Konsumen
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan
bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa hak
untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau
penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Di Indonesia dasar
hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan
adalah:
- Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21
ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
- Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999
No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
- Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
- Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan
Alternatif Penyelesian Sengketa
- Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang
Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
- Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No.
235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan
kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
- Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri
No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
Menurut Hornby :
“Konsumen (consumer)
adalah seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa; seseorang atau
suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu;
sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang;
setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”.
Azas Perlindungan Konsumen
Adapun Azas perlindungan
konsumen antara lain :
- Asas
Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan iniharus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
- Asas
Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan
memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh
haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
- Asas
Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku
usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
- Asas
Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
- Asas
Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan
memperoleh
keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin
kepastian hukum.
HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN
Hak-hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5
Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :
- Hak
atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;
- Hak
untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan
- Hak
atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barangjasa.
- Hak
untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
- Hak
untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
- Hak
untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
- Hak
untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
- Hak
untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
- Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban Konsumen
Tidak hanya bicara hak,
Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen juga memuat kewajiban konsumen,
antara lain :
Membaca atau mengikuti
petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau
jasa, demi keamanan dan keselamatan;
Beritikad baik dalam
melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
Membayar sesuai dengan
nilai tukar yang disepakati;
Mengikuti upaya
penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan
barang dan/atau jasa yang :
- Tidak
sesuai dengan :standar yang dipersyaratkan;peraturan yang berlaku;ukuran,
takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya.
- Tidak
sesuai dengan pernyataan dalam label, etiket dan keterangan lain mengenai
barang dan/atau jasa yang menyangkut : berat bersih;isi bersih dan
jumlah dalam hitungan;kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran;mutu,
tingkatan, komposisi;proses pengolahan;gaya, mode atau penggunaan
tertentu;janji yang diberikan.
- Tidak
mencantumkan :tanggal kadaluarsa/jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan
paling baik atas barang tertentu.
- informasi
dan petunjuk penggunaan dalam bahasa indonesia sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
- Tidak
mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan
“halal” yang dicantumkan dalam label
- Tidak
memasang label/membuat penjelasan yang memuat:Nama barang;Ukuran,
berat/isi bersih, komposisi;Tanggal pembuatan;Aturan pakai;Akibat
sampingan;Nama dan alamat pelaku usaha Keterangan penggunaan lain yang
menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat
- Rusak, cacat atau bekas dan tercemar (terutama sediaan Farmasi dan Pangan), tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
TANGGUNG JAWAB PELAKU
USAHA
Pengertian tanggung jawab
produk (pelaku usaha), sebagai berikut, ”Tanggung jawab produk adalah tanggung
jawab para produsen untuk produk yang telah dibawanya ke dalam peredaran,
yang menimbulkan/ menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat di
produktersebut.
Di dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terdapat 3 (tiga) pasal yang menggambarkan sistem tanggung jawab produk dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu ketentuan Pasal 19 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merumuskan tanggung jawab produsen sebagai berikut:
Di dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terdapat 3 (tiga) pasal yang menggambarkan sistem tanggung jawab produk dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu ketentuan Pasal 19 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merumuskan tanggung jawab produsen sebagai berikut:
Ø Pelaku Usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, dan/ atau kerugian konsumen akibat mengkomsumsi barang
dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Ø Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau
secara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunan yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ø Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7
(tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
Ø Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasrkan
pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsure kesalahan. (50 Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku
usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.”
PELAKSANAAN UNDANG-
UNDANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN DI INDONESIA
SAAT INI
Menurut Undang-undang
No.8 tahun 1999 Konsumen adalah setiap
orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan.
Undang- undang
perlindungan konsumen ini adalah upaya untuk menjaga jaminan produsen apabila
sewaktu-waktu produsen melanggar ketentuan yang berlaku maka konsumen itu
berhak untuk meminta ganti ruginya. Dalam pelaksanaan undang- undang ini ada
lembaga yang bertanggung jawab dalam menangani masalah yang dialami konsumen
adalah LPK ( Lembaga Perlindungan Konsumen) dan YLKI (
Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia) Tugas utama dari kedua elemen ini
adalah dapat menindak tegas produsen yang lalai dan memberikan sebuah jaminan
kepada konsumen disaat konsumen mendapatkan ketidakpuasan atau kerugian dalam
membeli barang atau jasa.
Adapun tujuan
dari undang-undang perlindungan konsumen ini antara lain;
a. Meningkatkan kesadaran,
kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau
jasa;
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan dan menuntut
hakhaknya sebagai konsumen;
hakhaknya sebagai konsumen;
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum
dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.
Jadilah konsumen yang
cerdas dan Arif. Pemerintah , lembaga perlindungan konsumen dan konsumen harus
dapat saling mendukung satu sama lain, sehingga undang- undang
perlindungan konsumen dapat berjalan dengan baik dan sesuai pasal-pasal
yang tertera dalam UU No.8 Tahun 1999.
Kasus Perlindungan Konsumen
1. Kasus Lion Air
Di Surabaya, seorang
advokat menggugat Lion selaku pemilik Maskapai Penerbangan Wings Air di karena
penerbangan molor 3,5 jam. Maskapai tersebut digugat oleh seorang advokat
bernama DAVID ML Tobing. DAVID, lawyer yang tercatat beberapa kali menangani
perkara konsumen, memutuskan untuk melayangkan gugatan setelah pesawat Wings
Air (milik Lion) yang seharusnya ia tumpangi terlambat paling tidak sembilan
puluh menit.
Kasus ini terjadi pada 16
Agustus lalu ia berencana terbang dari Jakarta ke Surabaya, pukul 08.35 WIB.
Tiket pesawat Wings Air sudah dibeli. Hingga batas waktu yang tertera di tiket,
ternyata pesawat tak kunjung berangkat. DAVID mencoba mencari informasi, tetapi
ia merasa kurang mendapat pelayanan. Pendek kata, keberangkatan pesawat telat
dari jadwal. DAVID menuding Wings Air telah melakukan perbuatan melawan hukum
dengan keterlambatan keberangkatan dan tidak memadainya layanan informasi
petugas maskapai itu di bandara. Selanjutnya DAVID mengajukan gugatan terhadap
kasus tersebut ke pengadilan untuk memperoleh kerugian serta meminta pengadilan
untuk membatalkan klausul baku yang berisi pengalihan tanggung jawab maskapai
atas keterlambatan, hal mana dilarang oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.
2. Kasus Penarikan
Produk Obat Anti-Nyamuk HIT
Pada hari Rabu, 7 Juni
2006, obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT Megarsari Makmur dinyatakan
akan ditarik dari peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos
yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia, sementara yang di
pabrik akan dimusnahkan. Sebelumnya Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi
Pestisida, telah melakukan inspeksi mendadak di pabrik HIT dan menemukan
penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti keracunan
terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel
pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.
HIT yang promosinya sebagai
obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya karena bukan hanya
menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang sejak
puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang
dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair
isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari
Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006.
Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan
muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat
anti-nyamuk HIT.
Masalah lain kemudian
muncul. Timbul miskomunikasi antara Departemen Pertanian (Deptan), Departemen
Kesehatan (Depkes), dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Menurut UU,
registrasi harus dilakukan di Depkes karena hal tersebut menjadi kewenangan
Menteri Kesehatan. Namun menurut Keppres Pendirian BPOM, registrasi ini menjadi
tanggung jawab BPOM.
Namun Kepala BPOM periode
sebelumnya sempat mengungkapkan, semua obat nyamuk harus terdaftar
(teregistrasi) di Depkes dan tidak lagi diawasi oleh BPOM. Ternyata pada
kenyataanya, selama ini izin produksi obat anti-nyamuk dikeluarkan oleh Deptan.
Deptan akan memberikan izin atas rekomendasi Komisi Pestisida. Jadi jelas
terjadi tumpang tindih tugas dan kewenangan di antara instansi-instansi tersebut.
Contoh kasusnya :
Berbagai kasus tentang
perlindungan konsumen selalu menjadi perhatian, dalam kasus ini biasanya
pemenangnya dari pihak produsen. Contohnya kasus prita, prita dari sekian
banyaknya korban yang memperjuangkan haknya sebagai konsumen yang menuntut
pertanggungjawabannya dari penyedia jasa. Sebagai konsumen yang merasakan
ketidakpuasan atas pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional. Seharusnya Prita
wajar untuk mengajukan keluhan. Prita “bukan tanpa hak” untuk menyampaikan
keluhannya. Prita menyampaikankeluh kesahnya pada jejaring sosial di internet,
justru malah mendapatkan tuntutan penghinaan dan atau pencemaran nama baik.
Muasalnya adalah tulisan
Prita dalam e-mail pribadi kepada rekan-rekannya yang berisi keluhan terhadap
pelayanan RS yang berlokasi di Serpong, Tangerang tersebut. Prita awalnya
memeriksakan diri pada 7 Agustus 2008 dengan keluhan panas tinggi dan sakit
kepala. Ia ditangani dr. Hengky dan dr. Indah, diagnosanya adalah Demam
Berdarah (DB) dan disarankan rawat-inap. Semasa rawat inap, Prita merasakan
berbagai kejanggalan seperti terus diberikan berbagai suntikan tanpa penjelasan
apa pun. Bahkan, tangan, leher dan daerah sekitar mata mengalami pembengkakan.
Ketika Prita memutuskan untuk pindah rumah sakit, ia kesulitan mendapatkan data
medis dirinya. Yang dipermasalahkannya adalah mengapa diagnosa awal 27.000
trombosit bisa berubah mendadak menjadi 181.000 trombosit. Prita
mempertanyakan perbedaan yang signifikan itu.
Analisis kasus :
Dalam kasus di atas prita
menyampaikan keluhan pelayanan RS yang berlokasi di Serpong, Tangerang tersebut
melalui email pribadinya, dengantindakan itu prita malah mendapatkan tuntutan
penghinaan dan atau pencemaran nama baik, pasal 27 ayat 3 Undang-Undang
nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang
berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran
nama baik.” Karena ancaman hukuman maksimalnya disebutkan dalam pasal
45 ayat 1 UU yang sama lebih dari 5 tahun penjara atau tepatnya 6 tahun
penjara, maka tersangka bisa ditahan.
Padahal prita hanya
menyampaikan keluhan yang dikemukakan Prita pada internet atas layanan rumah
sakit Omni Internasional yang tidak memuaskan konsumen dan itupun dijamin oleh
undang-undang. Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
yang berlaku sejak 20 April 2000.
Dari kasus di atas akan membuat
konsumen lainnya takut untuk menyuarakan keluhannya yang pada akhirnya
akan selalu menjadi obyek semena-mena pelaku usaha produk barang atau jasa.
keputusan yang kurang berpihak pada keadilan seperti itu tidak bisa
diterima,karna merugikan konsumen.
REFERENSI :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar