Rabu, 25 Desember 2013

TUGAS 4 ETIKA BISNIS ( MORALITAS KORUPTOR )

NAMA   : ACHMAD ROMADHONI
KELAS  : 4EA17
NPM      : 10210090



MORALITAS KORUPTOR

ABSTRAK
Achmad Romadhoni.Etika Bisnis. Fakultas Manajemen. Jurusan Ekonomi. Universitas Gunadarma.2013. Penulisan yang berjudul “ Moralitas Koruptor“ ini membahas tentang korupsi yang semakin marak dewasa ini, mengapa bisa terjadi dan bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis dan siapa yang harus bertanggung jawab. Makalah ini dilatarbelakangi Korupsi bertumbuh sangat subur dan rumit sehingga siap meruntuhkan setiap struktur masyarakat. Di beberapa negeri, apa saja diselesaikan dengan pelicin. Suap yang diberikan kepada orang yang tepat memungkinkan seseorang lulus ujian, mendapatkan SIM, memperoleh tender, atau memenangkan perkara hukum.. Metode penulisan ini dengan cara mengumpulkan berbagai informasi yang dari sumber-sumber yang terdapat di internet. Berdasarkan pencarian penulis di internet ternyata Korupsi dewasa ini telah menjadi bisnis yang menjanjikan. Para pelakunya merencanakannya dengan perhitungan bisnis yang matang. Oleh karena itu, hukuman tiga atau empat tahun dianggap sebagai biaya yang harus ditanggung demi mencapai hasil besar yang diinginkan.
  

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Moral pejabat negara telah berada pada titik nadir yang membahayakan.Demokrasi  yang kita bangga-banggakan selama ini, pada satu sisi tidak membawa dampak menggembirakan bagi bangsa.Reformasi politik, diakui atau tidak, telah menciptakan demokrasi secara langsung, kebebasan berpendapat, dan desentralisasi kekuasaan melalui otonomi daerah. Tetapi siapa tanya ternyata moral pejabat telah berada pada titik yang sangat mengkhawatirkan.Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Utama (PBNU), KH Said Aqil Siroj di Jakarta, Jumat (11/10) mengatakan, banyaknya kasus korupsi belakangan ini menunjukkan moralitas pejabat kita sudah merosot.“Apa artinya demokrasi kalau para pejabatnya korup dan rakyat tidak percaya lagi pada penegak hukum? Untuk membangun kembali kewibawaan hokum, kita perlu gerakan reformasi total termasuk reformasi moral,” bangsa ini juga memerlukan nilai kejujuran, kebenaran, dan kesungguhan. Said Aqil Siroj berpendapat, reformasi hukum terutama pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) masih tersendat.Jika mau jujur mengatakan demokrasi yang kita bangun pasca-Orde Reformasi malah melahirkan sejumlah persoalan yang membuat kita prihatin. Salah satu wujud demokrasi yang sering kita puji adalah desentralisasi kekuasaan melalui otonomi daerah. Kepala daerah dipilih langsung. Namun, siapa sangka dalam perjalanan pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung malah melahirkan banyak sengketa.Namun, lepas dari kasus tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa moral pejabat negara telah berada pada titik nadir yang membahayakan. Kita mencatat sebelum mencuatnya kasus Akil Mochtar juga terdapat pejabat negara (termasuk tokoh partai politik dan pejabat tinggi di Polri), masuk dalam deretan pejabat yang bermoral buruk.Masyarakat masih ingat pada Anas Urbaningrum, mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat itu. Lalu, ada pula Mantan Menpora Andi Mallarangeng yang Jumat (11/10) gagal ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedua tokoh ini terlibat dalam kasus proyek Hambalang, Bogor.Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq, juga menggemparkan para kader partai Islam ini. Betapa tidak mengejutkan, Luthfi bersama Ahmad Fathanah didakwa menerima hadiah atau janji berupa uang Rp 1,3 miliar, bagian dari total imbalan Rp 40 miliar yang dijanjikan Dirut PT Indoguna Utama terkait pengurusan persetujuan penambahan kuota impor daging sapi.Kasus lainnya terjadi pada Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini dan mantan Kepala Korps Lantas Polri Irjen Djoko Susilo. Irjen Djoko telah divonis Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Semua hartanya terancam disita Negara.Melihat serangkaian kasus korupsi yang dilakukan pejabat negara termasuk tokoh partai politik dan kalangan akademikus itu, benar adanya moral pejabat di negeri ini sudah merosot bukan kepalang. Meski mereka sudah menduduki jabatan tinggi dan bergaji besar, tetapi masih bernapsu memperbanyak harta dengan cara tidak halal. Kondisi ini menggambarkan krisis moral benar-benar melanda negeri ini.Herannya lagi, dalam kesehariannya para koruptor tersebut aktif menjalankan ritual keagamaan, namun hatinya dekat dengan tindakan korupsi. Perbuatan korupsi terus dilakukan dengan sadar.Tepat seperti yang dikemukakan Ketua PBNU, KH Said Aqil Siroj, sudah saatnya bangsa ini memerlukan reformasi moral, nilai kejujuran, kebenaran, dan kesungguhan. Tentunya ini menjadi tugas para pemuka agama untuk selalu mengingatkan melalui pesan-pesan moral.Langkah itu juga harus dibarengi dengan penegakan hukuman yang berat bagi para pejabat negara yang terbukti korupsi. Reformasi hokum, terutama pemberantasan KKN, sudah harus menjadi harga mati yang tidak bisa ditawar lagi.
Hal ini menarik untuk dipergunakan dalam membahas hukum, moral dan perilaku korupsi oleh karena adanya perilaku korupsi di Indonesia saat ini bila dijumlahkan akan mencapai jumlah yang spektakuler, sehingga menghambat pembangunan bahkan dapat mengancam kelangsungan hidup bangsa dan masyarakat Indonesia.  Sebagai bandingan, saya menggunakan juga pandangan Michael Sandel seorang ahli filsafat politik yang kini sangat terkemuka di Amerika Serikat.
Menurut pandangan saya, dengan mengikuti uraian Sandel (2009: 245) kesadaran moralitas lebih mengedepan berdasarkan kepentingan nasional, melebihi tekanan-tekanan berdasar prinsip keagamaan maupun moral sosial. Dengan demikian hal itu perlu dilihat sebagai doktrin utama dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia yang dibangun di atas dasar Pancasila dan penyelenggaraannya dijalankan berdasar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.  
Sebaliknya dapat juga dipahami bahwa dalam lingkup masyarakat plural, seseorang atau sekelompok orang dapat mengedepankan pendapatnya berdasarkan keyakinan moralnya sendiri, akan tetapi di dalam kehidupan politik adalah tidak selayaknya menolak keyakinan moral yang berbeda tetapi diperlukan memperoleh nilai-nilai kebersamaan yang menjadi kepentingan nasional yang dipahami oleh seluruh bangsa dan masyarakat Indonesia, baik secara moral maupun tercapainya keadilan sosial. Resonansi retorika politik yang terwujud di dalam hukum, apapun bertolak juga dari moral yang muncul secara pribadi maupun dari dalam kelompok.  
Dimana-mana, termasuk di Indonesia, tekanan terhadap perilaku korupsi sangat dipengaruhi oleh moralitas yang berakar pada pandangan tertentu, baik moral berdasar agama maupun moral sosial yang berakar pada cita-cita dari banyak kelompok tertentu dalam masyarakat. Hal itu tampak pada opini-opini, maupun kritik yang dikedepankan secara pribadi lewat media cetak maupun elektronik. Disinilah tercermin kepentingan atau interes nasional. Walau demikian dapat muncul pendapat bahwa moral maupun cita-cita yang ditampilkan, hanya mengedepankan kewajiban samar-samar untuk dipatuhi. Dengan demikian, acuan terhadap moralitas maupun cita-cita  sedemikian tidak menjadi ukuran bagi kesahihan hukum yang berhubungan dengan korupsi. Hukum perlu memperoleh kesahihan bukan karena semata-mata dibuat oleh lembaga yang berwenang namun juga dari moral.
1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penulisan ini adalah korupsi yang semakin marak dewasa ini, mengapa bisa terjadi dan bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis dan siapa yang harus bertanggung jawab.
1.3  Batasan masalah
Batasan masalah penulisan ini adalah hanya membahas moralitas koruptor.
1.4  Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini untuk mengetahui korupsi yang semakin marak dewasa ini, mengapa bisa terjadi dan bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis dan siapa yang harus bertanggung jawab.



BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Bisnis
Berikut ini ada beberapa pengertian bisnis menurut para ahli :
  • Allan afuah (2004)
Bisnis adalah suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dana menjual barang ataupun jasa agar mendapatkan keuntungan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat dan ada di dalam industri.
  •  T. chwee (1990)
Bisnis merupaka suatu sistem yang memproduksi barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan masyarakat.
  • Grifin dan ebert
Bisnis adalah suatu organisasi yang mennyediakan barang atau jasa yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan.
  • Steinford
Bisnis adalah suatu lembaga yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.
  • Mahmud machfoedz
Bisnis adalah suatu usaha perdagangan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang terorganisasi agar bisa mendapatkan laba dengan cara memproduksi dan memjual barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat .
·        
  • Glos, steade dan lowry (1996)
Bisnis merupakan sekumpulan aktifitas yang dilakukan untuk menciptakan dengan cara mengembangkan mentransformasikan berbagai sumberdaya menjadi barang atau jasa yang diinginkan konsumen.
  • Musselman dan jackson (1992)
Bisnis adalah jumlah seluruh kegiatan yang diorganisir orang-orang yang berkecimpung dalam bidang perniagaan dan industry yag menyediakan barang atau jasa ontuk mempertahankan dan mem[erbaiki standard serta kualitas hidup mereka.
  •   Boone dan kurtz (2002;8)
Bisnis adalah semua aktivitas aktivitas yang bertujuan memcari laba dan perusahyaan yag meghasilkan barag serta jasa yang dibutuhkan oleh sebuah sistem ekonomi.
  • Hughes dan kapoor dalam alma (1889;21)
Bisnis adalah suatu kegiatan individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
2.2 Pengertian Moral
Moral adalah kaidah mengenai apa yang baik dan buruk. Sesuatu yang baik kemudian diberi label “bermoral.” Sebaliknya, tindakan yang bertentangan dengan kebaikan lantas dikategorikan sebagai sesuatu yang jahat, buruk, atau: “tidak bermoral.”
            Semua orang sepakat bahwa manusia adalah makhluk yang istimewa, unik, dan berbeda dengan aneka ciptaan Tuhan yang lain. Keunikan tersebut menjadi faktor pembeda yang tegas antara manusia dan makhluk yang lain. Lalu apa yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain? Tentu akal budinya!
            Akal budi inilah yang memampukan manusia untuk membedakan apa yang baik dan yang buruk. Dengan demikian manusia tidak tunduk pada insting belaka. Aneka nafsu, hasrat, dan dorongan alamiah apapun diletakkan secara harmonis di bawah kendali budi.
Dari sini kemudian manusia menggagas hidupnya secara lebih bermartabat dan terhormat. Manusia kemudian punya kecenderungan alamiah untuk mengarahkan hidupnya kepada kebaikan dan menolak keburukan. Apa saja yang baik, itulah yang dikejar dan diusahakan. Hidup sosial, ekonomi, politik, budaya, dan lain sebagainya kemudian digagas untuk menggapai kebaikan.
 2.3 Moralitas Obyektif
            Moralitas obyektif lahir dari kesadaran manusia untuk mencapai  kebaikan bersama. Moralitas obyektif adalah tata nilai yang secara obyektif ada dan dipatuhi bersama sebagai konsekuensi dari kodrat manusia sebagai makhluk berakal budi.
            Moralitas seperti ini hadir dalam bentuk aneka peraturan, perundangan, norma, dan nilai-nilai yang berkembang dalam tata hidup bersama. Ia bisa berwujud aturan yang sudah diwariskan turun-temurun, tetapi bisa juga berwujud aturan yang dengan sengaja dibuat untuk pencapaian kebaikan bersama, misalnya undang-undang, KUHP, aneka tata-tertib, dll. Untuk mencegah korupsi misalnya, manusia kemudian membuat undang-undang antikorupsi.
            Pelanggaran terhadap moralitas obyektif ini mengakibatkan si pelanggar dikenai sanksi dan hukum yang berlaku. Seorang koruptor, misalnya, harus dihukum jika secara obyektif dia terbukti melakukan korupsi.
2.4 Moralitas Subyektif
            Moralitas subyektif adalah tata nilai yang secara konstitutif ada di dalam hati sanubari manusia. Karena setiap manusia berakal budi, maka setiap manusia mempunyai dalam dirinya sendiri tata nilai yang mengantarnya kepada kebaikan, dan ini harus ditaati.
            Berbeda dengan moralitas obyektif, pelanggaran terhadap norma subyektif ini tidak bisa dikenai hukum obyektif. Lalu instansi apa yang bisa mengawasi moralitas subyektif semacam ini? Bukan polisi, tentara, jaksa, ataupun KPK, melainkan hati nurani! Hati nurani inilah yang kemudian terlanggar jika seseorang memilih untuk menyimpang kepada keburukan dengan mau-tahu-dan bebas.
            Secara sekilas, agaknya moralitas subyektif ini sanksinya lebih ringan karena hanya dirinya sendiri yang tahu. Tetapi betulkah demikian? Tidak! Justru sanksi dari moralitas subyektif ini akan menghantuinya seumur hidup. Jika hukuman obyektif (sanksi penjara misalnya) hanya berlaku selama beberapa tahun dan setelah itu ia bisa melenggang bebas, tidak demikian dengan sanksi yang dijatuhkan nurani manusia!
2.5 Korupsi
Korupsi berdasarkan pemahaman pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Korupsi merupaka tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri/orang lain (perseorangan atau sebuah korporasi) , yang secara langusng maupun tidak langsung merugikan keuangan atau prekonomian negara, yang dari segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat.
Faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi, yaitu :
  1. Penegakan hukum tidak konsisten, penegakan hukum hanya sebagai make up politik, sifatnya sementara, selalu berubah setiap berganti pemerintahan.
  2. Penyalahgunaan kekuasaan/wewenanng, takut dianggap bodoh kalau tidak menggunakan kesempatan.
  3. Langkanya lingkungan yang antikorup, sistem dan pedoman antikorupsi hanya dilakukan sebatas formalitas.
  4. Rendahnya  pendapatan penyelenggara Negara.  Pendapatan yang diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara Negara, mampu mendorong penyelenggara Negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
  5. Kemiskinan, keserakahan, masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena kesulitan ekonomi.  Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
  6. Budaya memberi upeti, imbalan jasa dan hadiah.
  7. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi, saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan hukumannya.
  8. Budaya permisif/serba membolehkan, tidak mau tahu, menganggap biasa bila sering terjadi.  Tidak peduli orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi.
  9. Gagalnya pendidikan agama dan etika.  Pendapat Franz Magnis Suseno bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri.  Sebenarnya agama bisa memainkan peran yang lebih besar dalam konteks kehidupan sosial dibandingkan institusi lainnya, sebab agama memiliki relasi atau hubungan emosional dengan para pemeluknya.  Jika diterapkan dengan benar kekuatan relasi emosional yang dimiliki agama bisa menyadarkan umat bahwa korupsi bisa membawa dampak yang sangat buruk (Indopos.co.id, 27 September 2005).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Pada penulisan ini penuli mencari informasi yang ada dari sumber-sumber diinternet sebanyak-banyaknya mengenai moralitas koruptor agar rumusan dan tujuan penulisan ini dapat terjawab. Data penulisan ini mengunakan data sekunder. Dimana pengertian Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.

BAB IV
PEMBAHASAN

Korupsi adalah perbuatan/ tindakan, dimulai dengan adanya niat, kemudian berusaha mencari-cari kesempatan atau sebaliknya dimulai dengan adanya kesempatan dan kesempatan tersebut menimbulkan niat. Dengan adanya niat dan tersedianya kesempatan maka tahapan selanjutnya adalah berpikir seberapa besar resikonya melakukan perbuatan tersebut. Jika merasa mampu menerima resiko maka terjadilah perbuatan korupsi tetapi jika dirasa resikonya besar maka akan menunda bahkan menghindari perbuatan tersebut.
Perbuatan korupsi adalah candu dan mengasyikkan. Korupsi akan memberikan sejumlah uang dalam waktu yang singkat, nilainya besar bahkan bisa melebihi jumlah gaji selama puluhan tahun bahkan bisa melebihi jumlah gaji selama ratusan tahun. Kemudian setelahnya, dengan uang tersebut akan dapat menikmati hidup, menjadi orang kaya, mampu membeli rumah mewah, mobil mewah, mampu membayar biaya kesehatan, biaya pendidikan, liburan, gaya hidup, bahkan rasa hormat melalui peningkatan dan pencitraan sosial. Bertindak sebagai dermawan dan pemurah dengan menyumbang atau donatur untuk lembaga-lembaga agama dan sosial.
Kondisi ini didukung oleh situasi dan nilai yang beredar di masyarakat. Rumah, kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan fisik lainnya membutuhkan uang dalam jumlah yang besar terutama dalam masyarakat masyarakat perkotaan/ modern. Rumah, kesehatan, pendidikan, biaya hidup tidak bisa diperoleh dengan hanya jujur dan berintegritas saja. Siapapun tidak akan mampu meminta masyarakat dan orang lain untuk memberikan kesempatan pertama pada orang yang jujur dan berintegritas. Pelayanan, kemewahan dan rasa hormat harus dibayar dengan uang. Siapa mempunyai uang maka dia akan mendapatkan kesempatan pertama, pelayanan yang utama dan hal-hal utama lainnya yang sifatnya materialis. Materialisme telah merupakan tujuan hidup masyarakat saat ini.
Jahatnya adalah perbuatan korupsi ibarat kanker yang merusak kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. Perbuatan korupsi hanyalah menguntungkan para pelakunya dan secara perlahan dan pasti perbuatan ini akan merusak tatanan hidup kolektif/ masyarakat yang mengakibatkan hak-hak ekonomi, sosial, politik masyarakat terampas untuk hidup adil, makmur dan sejahtera sehingga masyarakat akan terjatuh pada kemiskinan, kebodohan bahkan perbudakan. Dengan demikian perbuatan korupsi perlu dan harus diberantas.
Kenapa korupsi terjadi ? Variabel apa saja yang mempengaruhi individu untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan korupsi ? Pertanyaan ini adalah pertanyaan dasar yang harus dijawab untuk bisa memberantas korupsi. Dengan mengetahui jawaban atas pertanyaan tersebut maka akan dapat dilakukan usaha-usaha untuk mengatasinya, secara praktis, menyeluruh dan sistematis sehingga pemberantasan korupsi secara pasti mengalami kemajuan, menciptakan Indonesia yang bebas dari korupsi, menciptakan suasana yang kondusif bagi semua pihak untuk bekerja, memberikan kontribusi terbaik menuju masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera.
Individu bekerja dalam suatu bidang (seperti bidang penegakan hukum, pajak, bidang anggaran, bidang pelayanan publik, bidang infrastruktur, bidang perbankan, dll). Korupsi juga terjadi pada bidang-bidang tersebut. Mengambil contoh bidang bea cukai, kenapa orang yang bekerja pada bidang bea cukai melakukan korupsi ? Pertanyaan tersebut dianalisis, kemudian hasil analisis digunakan untuk mendiagnosis dan mengambil langkah-langkah yang perlu dan sistematis untuk mengurangi kemungkinan bahkan menghindari/ mencegah seseorang melakukan korupsi dan juga mempertahankannya sehingga proses dan sistemnya berkelanjutan.
Dari penjelasan di atas maka perbuatan korupsi dalam bentuk matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
Ko = f(N,K,R)
dimana:
Ko = perbuatan korupsi
N = niat
K = kesempatan
R = resiko melakukan korupsi
Perbuatan korupsi adalah fungsi dari niat, kesempatan dan resiko perbuatan korupsi, dimana Ko berbanding lurus dengan N, K dan berbanding terbalik dengan R. Tetapi variabel-variabel Ko, N, K dan R mempunyai hubungan yang sangat kompleks dan saling tergantung satu sama lain dan dapat dituliskan dalam persamaan berikut:
Ko = f(N,K,R) , dimana
N = f(Ko, K, R,e)
K = f(Ko, N, R,e)
R = f(Ko, N, K,e), e = hal lain yang mempengaruhi.
Ilmu-ilmu eksak mempunyai penyelesaian untuk persamaan di atas, salah satunya adalah metode iterasi dan dengan bantuan pemrograman/ komputer hal tersebut menjadi mudah untuk diselesaikan dalam waktu yang singkat dan akurasi yang tinggi. Tetapi dalam konteks sosial melakukan iterasi adalah hal yang tidak mungkin.
Dalam bentuk sederhana persamaan perbuatan korupsi dapat dituliskan sebagai berikut:
Ko = (aN * bK)/cR
dimana a,b, dan c adalah konstanta.
Dengan memahami rumus dari perbuatan korupsi (Ko) maka pemberantasan korupsi berarti menghilangkan/ menurunkan nilai Ko dengan cara menurunkan variabel niat (N) dan kesempatan (K) serta menaikkan variabel resiko (R).
KEMUNGKINAN TERJADINYA KORUPSI
Kemungkin terjadinya korupsi dengan mempertimbangkan ketiga variable di atas adalah sebagai berikut:
Ko = (aN * bK)/cR
maka kemungkinan terjadinya korupsi dapat ditulis dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Niat
Kesempatan
Resiko
Kemungkinan Terjadinya Korupsi
0
0
Tidak relevan
0
1
0
Tidak relevan
0
0
1
Tidak relevan
0
1
1
Kecil
Kemungkinan korupsi besar
(kondisi Indonesia)
1
1
Besar
Kemungkinan korupsi kecil
0<N<1
0<K<1
Relevan
0<Ko<1
Untuk kondisi Indonesia maka NIAT terjadinya korupsi adalah BESAR yang diindikasikan dengan gaji pejabat tidak mencukupi, kondisi masyarakat yang materialis, adanya nilai/ paradigma di masyarakat yang mendukung korupsi seperti seremonial-seremonial adat dan lain lain. Di saat yang sama KESEMPATAN untuk korupsi adalah BESAR yang dapat dilihat dari kewenangan pejabat yang besar, penyebaran anggaran ke daerah yang besar, pengawasan publik yang lemah (permisif terhadap korupsi), sistem pengendalian yang lemah, dll. Kondisi ini diperparah dengan RESIKO korupsi RENDAH , yang ditunjukkan dengan proses pembuktian yang berbelit-belit, penegak hukum yang bisa disuap untuk menutup-nutupi kasus, pidana kurungan yang rendah, pengembalian uang pengganti hanya sampai jumlah kerugian negara yang ditimbulkan. Maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan terjadinya KORUPSI di INDONESIA adalah SANGAT BESAR.
Dampak korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis dan pihak yang bertanggung jawab
            Dengan adanya praktek korupsi yang sedang marak terjadi di Indonesia, seperti proses perizinan usaha sebuah perusahaan yang berbelit-belit dan dengan biaya tinggi yang tidak pada semestinya dikarenakan ada oknum tertentu dengan sengaja mengambil sebagian biaya tersebut. Dengan adanya praktek pungutan yang tidak semestinya, maka hal tersebut, tentunya sangat berdampak pada kegiatan bisnis dalam suatu perusahaan karena dengan adanya praktek-praktek korupsi oleh pihak-pihak/oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab ini akan membebankan perusahaan  seperti adanya High Cost sehingga hal tersebut berpengaruh pula pada harga dari sebuah produk barang atau jasa yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena buruknya mental dan minimnya pemahaman serta kesadaran hukum pada para pelaku tindak pidana korupsi tersebut. Dan adanya persepsi dari para pengusaha terjadinya sejumlah kasus korupsi termasuk suap, juga dipicu karena rumitnya urusan birokrasi yang tidak pro bisnis, sehingga mengakibatkan beban biaya ekonomi yang tinggi dan inefisiensi waktu.
6 Strategi agar mencegah supaya korupsi tidak terjadi
Pencegahan. Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa berlangsung dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi seperti itu, maka pencegahan menjadi layak didudukkan sebagai strategi perdananya. Melalui strategi pencegahan, diharapkan muncul langkah berkesinambungan yang berkontribusi bagi perbaikan ke depan. Strategi ini merupakan jawaban atas pendekatan yang lebih terfokus pada pendekatan represif. Paradigma dengan pendekatan represif yang berkembang karena diyakini dapat memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi (tipikor). Sayangnya, pendekatan represif ini masih belum mampu mengurangi perilaku dan praktik koruptif secara sistematis-massif. Keberhasilan strategi pencegahan diukur berdasarkan peningkatan nilai Indeks Pencegahan Korupsi, yang hitungannya diperoleh dari dua sub indikator yaitu Control of Corruption Index dan peringkat kemudahan berusaha (ease of doing business) yang dikeluarkan oleh World Bank. Semakin tinggi angka indeks yang diperoleh, maka diyakini strategi pencegahan korupsi berjalan semakin baik.

Penegakan Hukum. Masih banyak kasus korupsi yang belum tuntas, padahal animo dan ekspektasi masyarakat sudah tersedot sedemikian rupa hingga menanti-nanti adanya penyelesaian secara adil dan transparan. Penegakan hukum yang inkonsisten terhadap hukum positif dan prosesnya tidak transparan, pada akhirnya, berpengaruh pada tingkat kepercayaan (trust) masyarakat terhadap hukum dan aparaturnya. Dalam tingkat kepercayaan yang lemah, masyarakat tergiring ke arah opini bahwa hukum tidak lagi dipercayai sebagai wadah penyelesaian konflik. Masyarakat cenderung menyelesaikan konflik dan permasalahan mereka melalui caranya sendiri yang, celakanya, acap berseberangan dengan hukum.

Belum lagi jika ada pihak-pihak lain yang memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum demi kepentingannya sendiri, keadaaan bisa makin runyam. Absennya kepercayaan di tengah-tengah masyarakat, tak ayal, menumbuhkan rasa tidak puas dan tidak adil terhadap lembaga hukum beserta aparaturnya. Pada suatu tempo, manakala ada upaya-upaya perbaikan dalam rangka penegakan hukum di Indonesia, maka hal seperti ini akan menjadi hambatan tersendiri. Untuk itu, penyelesaian kasus-kasus korupsi yang menarik perhatian masyarakat mutlak perlu dipercepat. Tingkat keberhasilan strategi penegakan hukum ini diukur berdasarkan Indeks Penegakan Hukum Tipikor yang diperoleh dari persentase penyelesaian setiap tahapan dalam proses penegakan hukum terkait kasus Tipikor, mulai dari tahap penyelesaian pengaduan Tipikor hingga penyelesaian eksekusi putusan Tipikor.
Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan. Meratifikasi UNCAC, adalah bukti konsistensi dari komitmen Pemerintah Indonesia untuk mempercepat pemberantasan korupsi. Sebagai konsekuensinya, klausul-klausul di dalam UNCAC harus dapat diterapkan dan mengikat sebagai ketentuan hukum di Indonesia. Beberapa klausul ada yang merupakan hal baru, sehingga perlu diatur/diakomodasi lebih-lanjut dalam regulasi terkait pemberantasan korupsi selain juga merevisi ketentuan di dalam regulasi yang masih tumpang-tindih menjadi prioritas dalam strategi ini. Tingkat keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan persentase kesesuaian regulasi anti korupsi Indonesia dengan klausul UNCAC.
Kerjasama Internasional dan Penyelamatan Aset Hasil Tipikor. Berkenaan dengan upaya pengembalian aset hasil tipikor, baik di dalam maupun luar negeri, perlu diwujudkan suatu mekanisme pencegahan dan pengembalian aset secara langsung sebagaimana ketentuan UNCAC. Peraturan  perundang-undangan Indonesia belum mengatur pelaksanaan dari putusan penyitaan (perampasan) dari negara lain, lebih-lebih terhadap perampasan aset yang dilakukan tanpa adanya putusan pengadilan dari suatu kasus korupsi (confiscation without a criminal conviction). Penyelamatan aset perlu didukung oleh pengelolaan aset negara yang dilembagakan secara profesional agar kekayaan negara dari aset hasil tipikor dapat dikembalikan kepada negara secara optimal. Keberhasilan strategi ini diukur dari persentase pengembalian aset hasil tipikor ke kas negara berdasarkan putusan pengadilan dan persentase tingkat keberhasilan (success rate) kerjasama internasional terkait pelaksanaan permintaan dan penerimaan permintaan Mutual Legal Assistance (MLA) dan Ekstradisi.
Pendidikan dan Budaya Antikorupsi. Praktik-praktik korupsi yang kian masif memerlukan itikad kolaboratif dari Pemerintah beserta segenap pemangku kepentingan. Wujudnya, bisa berupa upaya menanamkan nilai budaya integritas yang dilaksanakan secara kolektif dan sistematis, baik melalui aktivitas pendidikan anti korupsi dan internalisasi budaya anti korupsi di lingkungan publik maupun swasta. Dengan kesamaan cara pandang pada setiap individu di seluruh Indonesia bahwa korupsi itu jahat, dan pada akhirnya para individu tersebut berperilaku aktif mendorong terwujudnya tata-kepemerintahan yang bersih dari korupsi diharapkan menumbuhkan prakarsa-prakarsa positif bagi upaya PPK pada khususnya, serta perbaikan tata-kepemerintahan pada umumnya. Tingkat keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan Indeks Perilaku Antikorupsi yang ada dikalangan tata-kepemerintahan maupun individu di seluruh Indonesia.
Mekanisme Pelaporan Pelaksanaan Pemberantasan Korupsi. Strategi yang mengedepankan  penguatan mekanisme di internal Kementerian/Lembaga, swasta, dan masyarakat, tentu akan memperlancar aliran data/informasi terkait progres pelaksanaan ketentuan UNCAC. Konsolidasi dan publikasi Informasi di berbagai media, baik elektronik maupun cetak, termasuk webportal PPK, akan mempermudah pengaksesan dan pemanfaatannya dalam penyusunan kebijakan dan pengukuran kinerja PPK. Keterbukaan dalam pelaporan kegiatan PPK akan memudahkan para pemangku kepentingan berpartisipasi aktif mengawal segenap upaya yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga publik maupun sektor swasta. Keberhasilannya diukur berdasarkan indeks tingkat kepuasan pemangku kepentingan terhadap laporan PPK. Semakin tinggi tingkat kepuasan pemangku kepentingan, maka harapannya, semua kebutuhan informasi dan pelaporan terkait proses penyusunan kebijakan dan penilaian progres PPK dapat semakin terpenuhi sehingga upaya PPK dapat dikawal secara  berkesinambungan dan tepat sasaran.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Korupsi bertumbuh sangat subur dan rumit sehingga siap meruntuhkan setiap struktur masyarakat. Di beberapa negeri, apa saja diselesaikan dengan pelicin. Suap yang diberikan kepada orang yang tepat memungkinkan seseorang lulus ujian, mendapatkan SIM, memperoleh tender, atau memenangkan perkara hukum.Ada dua hal yang membuat korupsi terus ada: sifat mementingkan diri dan ketamakan. Karena mementingkan diri, orang-orang yang korup tutup mata terhadap akibat perbuatannya, yaitu penderitaan atas orang lain, dan mereka membenarkan korupsi semata-mata karena mereka mendapat manfaat darinya. Semakin banyak keuntungan materi yang mereka timbun, semakin tamaklah para koruptor ini.Korupsi bisa diberantas jika secara obyektif ia dilarang (dengan memberlakukan hukum yang amat berat), dan secara subyektif pula diperangi (dengan mempertajam peran budi-nurani yang dimiliki oleh setiap manusia).
5.2 Saran
Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa berlangsung dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi seperti itu, maka pencegahan menjadi layak didudukkan sebagai strategi perdananya. Melalui strategi pencegahan, diharapkan muncul langkah berkesinambungan yang berkontribusi bagi perbaikan ke depan. Strategi ini merupakan jawaban atas pendekatan yang lebih terfokus pada pendekatan represif. Paradigma dengan pendekatan represif yang berkembang karena diyakini dapat memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi (tipikor).
Daftar Pustaka :
http://wol.jw.org/id/wol/d/r25/lp-in/2000320
http://jaringnews.com/keadilan/umum/34902/kpk-korupsi-sudah-jadi-bisnis-yang-menjanjikan


  



Selasa, 26 November 2013

TUGAS 3 ETIKA BISNIS ( IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA BISNIS )

NAMA           : ACHMD ROMADHONI
KELAS           : 4EA17
NPM               : 10210090
MATKUL       : ETIKA BISNIS


IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA
ABSTRAK


Achmad Romadhoni. 10210090
Penelitian Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2013
Kata Kunci: Produsen, Hak-hak Konsumen
Masalah perlindungan konsumen semakin gencar dibicarakan. Permasalahan ini tidak akan pernah habis dan akan selalu menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Selama masih banyak konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu, masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui supaya menjadi tahu dan mengerti akan pentingnya bagaimana mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen. Cara-cara yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam menghasilkan revenue, sudah tentu adalah dengan cara beriklan. iklan atau sebuah promosi dalam hal ini menyangkut dalam bentuk printed media seperti: koran, flyer, poster, dan lain sebagainya. bentuk iklan yang lain juga seperti media Billboard, Mini Billboard, iklan di TV, radio, dan internet juga merupakan salah satu bentuk iklan yang umum digunakan oleh perusahaan-perusahaan penjual barang atau jasa. sesuai perkembangan jaman, saat ini internet memegang peranan penting dalam pembentukan opini masyarakat, dikarenakan lebih banyak segmen market saat ini yang menggunakan internet (baik itu social media, blog, web portal, dan lain sebagainya).Fungsi iklan terdiri dari dua fungsi yaitu iklan sebagai fungsi informasi dan iklan sebagai fungsi persuasif. iklan dalam fungsi informasi adalah menjelaskan suatu hal tentang produk atau servis dengan juga menjelaskan keadaan dan fitur yang tersedia dalam produk atau servis tersebut.

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Masalah perlindungan konsumen semakin gencar dibicarakan. Permasalahan ini tidak akan pernah habis dan akan selalu menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Selama masih banyak konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu, masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan. Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk barang/pelayanan jasa yang dipasarkankepada konsumen di tanah air, baik melalui promosi, iklan, maupun penawaran barang secara langsung. Jika tidak berhati-hati dalam memilih produk barang/jasa yang diinginkan, konsumen hanya akan menjadi objek eksploitas dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Tanpa disadari, konsumen menerima begitu saja barang/jasa yang dikonsumsinya. Perkembangan perekonomian, perdagangan, dan perindustrian yang kian hari kian meningkat telah memberikan kemanjaan yang luar biasa kepada konsumen karena ada beragam variasi produk barang dan jasa yang bias dikonsumsi. Perkembangan globalisasi dan perdagangan besar didukung oleh teknologi informasi dan telekomunikasi yang memberikan ruang gerak yang sangat bebas dalam setiap transaksi perdagangan, sehingga barang/jasa yang dipasarkan bisa dengan mudah dikonsumsi.
      Permasalahan yang dihadapi konsumen tidak hanya sekedar bagaimana memilih barang, tetapi jauh lebih kompleks dari itu yang menyangkut pada kesadaran semua pihak, baik pengusaha, pemerintah maupun konsumen itu sendiri tentang pentingnya perlindungan konsumen. Pengusaha menyadari bahwa mereka harus menghargai hak-hak konsumen, memproduksi barang dan jasa yang berkualitas, aman untuk digunakan atau dikonsumsi, mengikuti standar yang berlaku, dengan harga yang sesuai. Pemerintah menyadari bahwa diperlukan undang-undang serta peraturan-peraturan disegala sektor yang berkaitan dengan berpindahnya barang dan jasa dari pengusaha ke konsumen. Pemerintah juga bertugas untuk mengawasi berjalannya peraturan serta undang-undang tersebut dengan baik. Tujuan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen yang direncanakan adalah untuk meningakatkan martabat dan kesadaran konsumen, dan secara tidak langsung mendorong pelaku usaha dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan penuh rasa tanggung jawab. Yang perlu disadari oleh konsumen adalah mereka mempunyai hak yang  dilindungi oleh undang-undang perlindungan konsumen sehingga dapat melakukan sasial kontrol terhadap perbuatan dan perilaku pengusaha dan pemerintah. Dengan lahirnya undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diharapkan upaya perlindungan konsumen di indonesia dapat lebih diperhatikan.

1.2  Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
1.2.1        Rumusan Masalah :
Bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen.
1.2.2        Batasan Masalah :
Penulis hanya membatasi permasalahan yang berhubungan dengan pembahasan seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui supaya menjadi tahu dan mengerti akan pentingnya bagaimana mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Produsen
Produsen adalah orang yang menghasilkan barang dan jasa untuk dijual dan dipasarkan. Dalam memasarkan barang – barang dagang dan juga jasanya biasanya produsen menawarkan harga yang relatif lebih murah karena prudusen merupakan agen – agen langsung yang banyak dicari oleh orang – orang khususnya para pedagang untuk membeli barang dagangan yang nanti akan mereka jual kembali tetapi dengan harga yang relatif lebih mahal.
  1. Perilaku Produsen Dalam Kegiatan Perekonomian :
·         Bagi Masyarakat
Manfaat yang diberikan oleh tanggung jawab sosial produsen kepada masyarakat adalah beberapa kepentingan dan kebutuhan masyarakat terpenuhi.
Manfaat bagi masyarakat dari tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan sangatlah jelas. Selain beberapa kepentingan masyarakatdiperhatikan oleh perusahaan, masyarakat juga akan mendapatkan pandanganbaru mengenai hubungan perusahaan dengan masyarakat. Hubunganmasyarakat dan dunia bisnis tidak lagi dipahami sebagai hubungan antara pihak yang mengeksploitasi dan pihak yang tereksploitasi, tetapi hubungan kemitraan dalam membangun masyarakat dan lingkungan yang lebih baik.
·         Bagi Pemerintah
Pemerintah sebagai pihak yang bertugas mengubah tatanan masyarakat kearah yang lebih baik akan mendapat partner untuk menjalankan sebagian tugas pemerintah dalam mewujudkan tatanan masyarakat tersebut. Dalam hal ini adalah perusahaan atau organisasi bisnis. Pemerintah sebagai pihak yang mempunyai legitimasi untuk mengubahtatanan masyarakat ke arah yang lebih baik akan mendapatkan partner dalammewujudkan tatanan masyarakat tersebut. Sebagian tugas pemerintah dapat dijalankan oleh anggota masyarakat, dalam hal ini perusahaan atau organisasi.
2.2 Pengertian Hak-hak konsumen
Hak konsumen adalah hak yang harus di patuhi oleh para produsen, sedangkan Perlindungan konsumen adalah perangkat hokum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
Di Indonesia UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
2.2.1 Hak dan kewajiban konsumen :
A.    Hak konsumen
·         Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
·         Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa, sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
·         Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
·         Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
·         Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian   sengketa perlindungan konsumen secara patut.
·         Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
·         Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan statussosial lainnya.
·         Hak untuk mendapatkan kompensasi , ganti rugi dan/atau pengganti apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak seseuai dengan perjanjian atau tidak sebagai mana mestinya.
·         Hak-hak yang diatur dalam ketntuan peraturan perundang-undangan lainnya.
B.     Kewajiban konsumen
Membaca, mengikuti petunjuk informasi, dan prosedur pamakaian, atau pemanfaatan barang da/atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
    • Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
    • Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
    • Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan knsumen secara patut.
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
·         Hak pelaku usaha
·         Menerima pembayaran sesuai ddengan kesepakatan
·         Mendapat prlindungan hukum dari tindakan konsumen
·         Melakukan pembelaandiri dalam penyelesaian hukum sengketa dengan konsumen
·         Rehabilitasi nama baik jika terbuti secarahukum tidak merugikan konsumen
·         Hak-hak yang diatur dalam peundang-undangan lainnya
C.    Kewajiban pelaku usaha
    • Beritikat baik
    • Melakukan informasi yang benar, jujur, dan jelas
    • Memperlakukan konsumen denngsn benar dan jujur serta tidak diskriminatif
    • Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang di produksi atau di perdagangkan
    • Memberi kesempatan konsumen untuk mencoba barang dan/atau jasa
    • Memberi kompensasi atas barang dan/atau jasa yang di perdagangkan
    • Memberi kompensasi atas barang dan/atau jasa yang tidak sesuai 
Sanksi
Sanksi yang diberikan dapat berupa sanksi administratif, dan sanksi pidana pokok, serta tambahan berupa perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim , Dan lain-lain.
Banyak orang yang percaya bahwa konsumen secara otomatis terlindungi dari kerugian dengan adanya pasar yang bebas dan kompetitif dan bahwa pemerintah atau para pelaku bisnis tidak mengambil langkah – langkah yang diperlukan untuk menghadapi masalah ini. Pasar bebas mendukung alokasi , penggunaan, dan distribusi barang- barang yang dalam artian tertentu, adil, menghargai hak, dan memiliki nilai kegunaan maksimum bagi orang- orang yang berpartisipasi dalam pasar. Lebih jauh lagi, di pasar seperti ini, konsumen dikatakan ‘’ berdaulat penuh’’. Saat konsumen menginginkan dan bersedia membayar untuk suatu produk, para penjual memperoleh insentif untuk memenuhi keinginan mereka. Seperti yang dikatakan seorang penulis ekonomi ternama,’’ konsumen , dengan cita rasa mereka seperti yang diekspresikan dalam pilihan atas  produk, mengarahkan bagaimana sumberdaya masyarakat dislaurkan.
Dalam pendekatan pasar, terhadap perlindungan konsumen , keamanan konsumen dilihat sebagai produk yang paling efisien bila disediakan melalui mekanisme pasar bebas di mana penjual memberikan tanggapan terhadap permintaan konsumen. (Velazquez,2005: 317) . Dalam teori, konsumen yang menginginkan informasi bisa mencarinya di organisasi-organisasi seperti consumer union  yang berbisnis memperoleh dan menjual informasi. Dengan kata lain, mekanisme pasar perlu enciptakan pasar informasi konsumen jika itu yang diinginkan konsumen.( Velazquez,2005: 319).
2.2.2 Undang-undang perlindungan Konsumen
Di Indonesia dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
·         Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
·         Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
·         Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
·         Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
·         Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
·         Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
·         Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
Dengan diundang-undangkannya masalah perlindungan konsumen, dimungkinkan dilakukannya pembuktian terbalik jika terjadi sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. Konsumen yang merasa haknya dilanggar bisa mengadukan dan memproses perkaranya secara hukum di badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK).
Dasar hukum tersebut bisa menjadi landasan hukum yang sah dalam soal pengaturan perlindungan konsumen. Di samping UU Perlindungan Konsumen, masih terdapat sejumlah perangkat hukum lain yang juga bisa dijadikan sebagai sumber atau dasar hukum sebagai berikut :
·         Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
·         Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.
·         Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
·         Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota Makassar.
·         Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 302/MPP/KEP/10/2001 tentang Pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 605/MPP/KEP/8/2002 tentang Pengangkatan Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Pemerintah Kota Makassar, Kota Palembang, Kota Surabaya, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, dan Kota Medan. 46)
Disamping itu, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen, sebab sampai pada terbentuknya Undang-undang tentang Perlindungan Konsume ini telah ada beberapa undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen, seperti:
·         Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang, menjadi Undang-undang;
·         Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene;
·         Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah;
·         Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal;
·         Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan;
·         Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;
·         Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan;
·         Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri
·         Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;
·         Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing The World
Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia);
·         Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;
·         Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil;
·         Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan;
·         Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Hak Cipta sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987;
·         Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten;
·         Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1989 tentang Merek;
·         Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
·         Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran;
·         Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan;
·         Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan intelektual (HAKI) tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Paten, dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek, yang melarang menghasilkan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang melanggar ketentuan tentang HAKi.
Demikian juga perlindungan konsumen di bidang lingkungan hidup tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengenai kewajiban setiap orang untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
Di kemudian hari masih terbuka kemungkinan terbentuknya undang- undang baru yang pada dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen. Dengan demikian, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini merupakan paying yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Metode penulisan ini dengan cara mencari sumber-sumber di internet tentang etika bisnis.  Selain itu data penulisan ilmianh ini menggunakan data sekunder yang penegertiannya adalah sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui perantara ( diperoleh dan dicatat oleh pihak lain ).data sekunder umumnya berapa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.

BAB IV
PEMBAHASAN

Cara-cara yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam menghasilkan revenue, sudah tentu adalah dengan cara beriklan. iklan atau sebuah promosi dalam hal ini menyangkut dalam bentukprinted media seperti: koran, flyer, poster, dan lain sebagainya. bentuk iklan yang lain juga seperti media Billboard, Mini Billboard, iklan di TV, radio, dan internet juga merupakan salah satu bentuk iklan yang umum digunakan oleh perusahaan-perusahaan penjual barang atau jasa. sesuai perkembangan jaman, saat ini internet memegang peranan penting dalam pembentukan opini masyarakat, dikarenakan lebih banyak segmen market saat ini yang menggunakan internet (baik itu social media, blog, web portal, dan lain sebagainya).
Fungsi iklan terdiri dari dua fungsi yaitu iklan sebagai fungsi informasi dan iklan sebagai fungsi persuasif. iklan dalam fungsi informasi adalah menjelaskan suatu hal tentang produk atau servis dengan juga menjelaskan keadaan dan fitur yang tersedia dalam produk atau servis tersebut. iklan dalam fungsi persuasif artinya adalah iklan berperan membujuk orang atau target konsumen agarmembeli produk atau jasa yang diiklankan.
Tujuan dari semua perusahaan ketika beriklan adalah mampu membuat masyarakat sebagai konsumen untuk melakukan pembelian atau transaksi dengan produk dan jasanya. sehingga hal tersebut dapat menghasilkan revenue bagi perusahaan tersebut. hal yang merugikan dalam kegiatan promosi iklan ini di mana iklan ternyata tidak efektif dan tidak mampu menciptakan keinginan pembelian oleh konsumen, sehingga biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan ternyata terbuang sia-sia. untuk menghindari kerugian ketika beriklan, tak jarang perusahaan melakukan trik komunikasi ketika beriklan. trik komunikasi yang dilakukan menyangkut istilah yang biasanya digunakan oleh banyak praktisi komunikasi pemasaran dan kehumasan yaitu “Tell the truth but not all the truth” sehingga bahasa yang digunakan sangat menarik bagi konsumen, tapi ternyata ketika diaplikasikan, malahan banyak syarat dan ketentuan yang harus konsumen tanggung untuk mendapatkan benefit atau promosi yang ditawarkan dalam iklan tersebut.
Sikap yang tidak etis dilakukan dalam kegiatan periklanan adalah: pertama adalah membohongi di mana satu iklan mengatakan sesuatu yang tidak benar dengan sengaja, lalu kedua adalah menyesatkan atau menjerumuskan konsumen dalam promo yang tidak benar dan terlalu banyak persyaratan dan kondisi khusus, ketiga adalah menipu publik dengan mengatakan yang tidak benar tentang produk atau jasa yaitu dengan mengada-adakan promosi yang ternyata tidak ada.
Ada beberapa manipulasi yang dilakukan oleh perusahaan dalam beriklan diantaranya yang umum adalah:
1. Menutupi kelemahan produk, yaitu dengan tidak menyebutkan kelemahan apa saja yang dimiliki oleh produknya, hal ini lumrah terjadi dan bahkan selalu dilakukan oleh banyak perusahaan. sederhanannya perusahaan mana yang ingin produknya dianggap buruk oleh konsumen
2. Melebih-lebihkan kemampuan produk, promosi produk selalu dilebihkan sehingga dapat lebih menarik bagi konsumen. promosi yang dilebihkan kemudian ditangkap konsumen sebagai satu hal menarik yang pantas dicoba, kemudian terciptalah sebuah transaksi dan kemudian perusahaan mendapatkan untung
3. Memanipulasi perasaan (aspek psikologis) konsumen, yaitu dengan iklan yang mampu menggugah perasaan konsumen misalnya: sebuah perusahaan air minum yang beriklan bahwa setiap kemasan air minum yang terjual berarti konsumen ikut menyumbang pengembangan pendidikan bagi masyarakat kurang mampu dan kurang akses ke dunia pendidikan
4. Tidak menyampaikan informasi yang benar, misalnya adalah iklan dari satu calon kandidat presiden untuk meningkatkan jumlah pendukung maka ia menjatuhkan kandidat lain dengan membeberkan fakta yang tidak benar mengenai kekurangan atau kasus hukum yang mengada-ada, dan belum tentu benar
5. Mengecoh konsumen dengan meniru fitur produk lain dengan tujuan menarik konsumen produk yang ditiru, contoh yang paling dekat dan banyak dari hal ini adalah banyaknya jenis smartphone keluaran vendor perusahaan elektronik yang memiliki desain yang sama dengan smartphone keluaran vendor yang lebih besar dan sukses, namun seiring dengan semakin ketatnya persaingan antar vendor, banyak vendor kemudian membuat paten atas produk, fitur, sampai desain unik yang dimiliki oleh dirinya sendiri, hal ini dilakukan supaya jika ada perusahaan vendor elektronik lain yang meniru akan terkena sanksi sampai harus membayar royalti kepada perusahaan tersebut.
Didalam berbisnis dianjurkan untuk berpromosi karena dengan begitu perusahaan akan mendapatkan laba yang diinginkan. namun dalam praktiknya, berpromosi harus memegang teguh prinsip-prinsip yang baik untuk kedua belah pihak (yaitu konsumen dan produsen). promosi yang dilakukan dengan cara yang buruk dan memanipulasi akan memperburuk citra perusahaan dan berdampak pada jatuhnya kepercayaan masyarakat pada produsen, sehingga tidak ada lagi yang mau melakukan transaksi dengan perusahaan tersebut.

BAB  V
KESIMPULAN DAN SARAN


5.1  Kesimpulan
Kesadaran konsumen bahwa mereka memiliki hak,kewajiban serta perlindungan hukum atas mereka harus diberdayakan dengan meningkatkan kualitas pendidikan yang layak atas mereka, mengingat faktor utama perlakuan yang semena-mena oleh produsen kepada konsumen adalah kurangnya kesadaran serta pengetahuan konsumen akan hak-hak serta kewajiban mereka. Pemerintah sebagai perancang,pelaksana serta  pengawas atas jalannya hukum dan UU tentang perlindungan konsumen harus benar-benar memperhatikan fenomena-fenomena yang terjadi pada kegiatan produksi dan konsumsi dewasa ini agar tujuan para produsen untuk mencari laba berjalan dengan lancar tanpa ada pihak yang dirugikan, demikian juga dengan konsumen yang memiliki tujuan untuk memaksimalkan kepuasan jangan sampai mereka dirugikan karena kesalahan yang diaibatkan dari proses produksi yang tidak sesuai dengan setandar berproduksi yang sudah tertera dalam hukum dan UU yang telah dibuat oleh pemerintah. Kesadaran produsen akan hak-hak konsumen juga sangat dibutuhkan agar tercipta harmonisasi tujuan antara produsen yang ingin memperoleh laba tanpa membahayakan konsumen yang ingin memiliki kepuasan maksimum,
5.2  Saran
Sebagai konsumen kita mempunyai wewenang untuk bertindak apapun tetapi tetap tidak di luar batasannya apabila kita mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan atau perlakuan yang tidak adil. Sebagimana di jelaskan dari pembahsan di atas.

DAFTAR PUSTAKA